Kisah Absurd Dario Hubner: Alkohol, Rokok, dan Gol demi Gol

Kisah Absurd Dario Hubner: Alkohol, Rokok, dan Gol demi Gol

VIP DOMINO Kisah Absurd Dario Hubner: Alkohol, Rokok, dan Gol demi Gol Dalam sejarah sepak bola Italia, ada satu nama yang tak bisa begitu saja dilupakan—bukan karena jumlah trofinya, melainkan karena kisah hidupnya yang terasa seperti dongeng dari warung kopi di pinggiran kota. Dario Hubner, pria berjuluk Il Bisonte (bison), adalah perpaduan langka antara predator di kotak penalti dan pria santai yang gemar grappa dan rokok. Saat dunia sepak bola makin profesional, Hubner justru tampil seperti orang terakhir dari generasi lama.

Dia baru debut di Serie A pada usia 30 tahun, sebuah usia yang bagi banyak pemain justru menjadi titik menurun. Namun, itu tidak bagi Hubner. Dalam balutan jersey Brescia dan kemudian Piacenza, ia menorehkan sejarah sebagai pencetak gol terbanyak Serie A musim 2001/02. Yang lebih gila, dia melakukannya sambil merokok 25 batang sehari dan sesekali meneguk grappa, minuman beralkohol jenis brendi yang berasal dari Italia, buatan ayahnya.

Kisahnya bukan soal angka semata, melainkan tentang keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri. Hubner menunjukkan bahwa sepak bola tak melulu soal protokol dan diet ketat. Ada juga ruang untuk kisah yang manusiawi, bahkan absurd, asal tetap konsisten menjebol gawang lawan.

Kisah Absurd Dario Hubner: Alkohol, Rokok, dan Gol demi Gol

Nostalgia Dario Hubner dari Era Keemasan Serie A: Si Bison yang Hanya Butuh Bola dan Ruang Tembak

1 dari 3 halaman

Ketika Grappa, Rokok, dan Gol Berjalan Beriringan

Dario Hubner bukan atlet dengan gaya hidup ideal menurut standar zaman sekarang. Ia merokok di bangku cadangan, minum grappa saat hari libur, dan mencetak gol dengan ketepatan yang membuat bek lawan frustrasi. Kariernya dipenuhi kebiasaan yang bertolak belakang dengan dunia atletik modern, tapi justru di situlah daya tariknya.

“Saya biasa merokok 20-25 batang Marlboro per hari dan saya melakukannya secara terbuka,” ujar Hubner kepada Quotidiano.net pada April 2020. “Tak ada pelatih yang mencoba menghentikan saya, yang mereka pedulikan hanya saya mencetak gol.” Kutipan itu bukan hanya pengakuan jujur, tapi juga penanda zaman yang mulai memudar.

Yang lebih menarik, kebiasaan minumnya pun tak kalah nyentrik. “Ayah saya biasa menyelundupkan rokok dan grappa buatan rumah ke tempat pemusatan latihan kalau kami sedang berlatih dekat rumah di Trieste.” Tak ada klaim nutrisi tinggi atau pola makan ketat di sini—hanya kehangatan khas Italia dan cinta akan kebebasan.

Francisco Conceicao Dipermanenkan Juventus, Biaya Dicicil Empat Kali

Saga Transfer Jadon Sancho: Juventus Naikkan Tawaran, MU Diminta Realistis

2 dari 3 halaman

Capocannoniere di Usia 35: Ketika Mimpi Tak Punya Tenggat Waktu

Musim 2001/02 adalah musim magis Hubner. Di usia 35 tahun, dia mencetak 24 gol dan menjadi pencetak gol terbanyak Serie A bersama David Trezeguet. Itu pencapaian luar biasa mengingat Trezeguet disuplai bola oleh Alessandro Del Piero, Pavel Nedved, dan Edgar Davids, sementara Hubner ‘hanya’ ditemani Paolo Poggi, Matuzalem, dan Eusebio Di Francesco.

Hubner bukan hanya top skor Serie A, tapi juga satu dari dua pemain yang pernah jadi top skor di Serie A, Serie B, dan Serie C1. Ia mencetak enam penalti sempurna musim itu, mengandalkan insting dan ketenangan luar biasa. Tak ada selebrasi berlebihan, hanya ekspresi kalem dan mungkin sebatang rokok setelah pertandingan.

Meski tak pernah dipanggil Timnas Italia, Hubner tetap dikenang sebagai legenda rakyat. Tak ada stadion megah atau medali internasional, tapi ada ratusan gol dan cerita-cerita kocak yang terus hidup di antara para pecinta calcio.

Menyerah Kejar Guela Doue, AC Milan Kini ‘All-In’ untuk Dapatkan Marc Pubill, Siapa Dia?

Ambisi Cesc Fabregas, Como Siapkan Tawaran Fantastis untuk Datangkan Davinson Sanchez

3 dari 3 halaman

Legenda yang Tak Butuh Panggung Besar

Karier Hubner mengajarkan bahwa panggung besar tak selalu datang di usia muda. Dia menembus Serie A di usia 30, ketika kebanyakan pemain mulai berpikir pensiun. Namun, Hubner justru memulai babak terbaik dalam kariernya di usia itu—dan ia menikmatinya dengan santai, seperti menikmati seteguk grappa setelah makan malam.

Dalam banyak hal, Dario Hubner adalah simbol dari kejujuran terhadap diri sendiri. Ia tidak berusaha menjadi ikon kebugaran atau bintang iklan. Ia hanya ingin mencetak gol dan hidup dengan caranya sendiri. Dalam dunia sepak bola yang kian terstandarisasi, kisahnya mungkin bisa dianggap semacam oase yang menyegarkan.

Mungkin itulah sebabnya orang masih membicarakan Hubner hari ini, bukan karena kecepatan atau teknik tinggi, tapi karena keaslian. Sebab, siapa yang tak akan tersenyum mendengar cerita tentang seorang pria yang menjadi top skor Serie A sambil merokok dan meneguk grappa?

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *